Terkadang para pengambil keputusan dalam suatu perusahaan dihadapkan dengan berbagai alternatif yang dilematis. Dengan kompleksitas situasi yang ada, konsep mengenai Ambidextrous Organization (organisasi yang seimbang) perlu diperkenalkan untuk kepentingan dan keberlanjutan perusahaan.
Advisor PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia, Dr. Jaka Purwanto, menerangkan bahwa Ambidextrous Organization secara konseptual merupakan sebuah kapabilitas atau kemampuan untuk menyeimbangkan dua objektif yang berbeda bahkan bertentangan secara tujuan, namun dapat memeberikan hasil yang sama baiknya
“Para pengambil keputusan biasanya dihadapkan pada situasi untuk memaksimalkan keunggulan dan hasil yang maksimal serta menghadapi tuntutan untuk bertumbuh serta melakukan ekspasi. Hal ini dirasakan seperti menggunakan tangan kiri dan tangan kanan secara bersamaan untuk mencapai kepentingan yang berbeda dengan hasil yang maksimal,” tutur Jaka.
Jaka tampil sebagai salah satu pembicara dalam diskusi Human Capital Management Talks di Jakarta pada Kamis (3/10). SBM ITB berkolaborasi dengan 50 perwakilan pimpinan sumber daya manusia dari berbagai perusahaan ternama di Indonesia menggelar diskusi ini, untuk meningkatkan kesadaran akan konsep Ambidextrous Organization.
Dalam ambidextrous, kata kuncinya adalah keseimbangan. Keseimbangan yang dimaksud ini bukanlah mengenai seberapa besar sumberdaya yang dikeluarkan, tetapi tergantung soal mencukupkan kebutuhan untuk mencapai kinerja yang maksimal agar dapat bertahan, tetap relevan, memenangkan kompetisi secara sehat, menerapkan keberlanjutan serta terus bertumbuh.
Guru besar bidang People Development SBM ITB, Prof. Dr. Aurik Gustomo, S.T, M.T., menyatakan bahwa ambidextrous organization juga menyangkut betuk arsitektural perusahaan agar siap dan tahan uji dalam menghadapi setiap tantangan bisnis. Perusahaan kita harus memiliki keunggulan dari segi produktifitas, kecepatan, serta kreatifitas. Walaupun, setiap perusahaan berada dalam industri yang berbeda.
“Pada dasarnya pertanyaan yang dapat diterapkan pada organisasi masing-masing adalah ‘Apakah secara arsitektural perusahaan sudah cocok dengan tantangan bisnis yang dihadapi?’” kata Aurik. “Secara struktural, solusi dapat terus mengalir dan tetap relevan dengan kehidupan bermasyarakat secara luas.”
Terkadang para pemimpin biasanya dihadapkan dengan dua kutub yang cukup bertolak belakang, yakni efisiensi dan pertumbuhan perusahaan. Dalam efisiensi, fokus pada eksekusi dan menjalankan praktik terbaik yang pernah ada sebelumnya. Biasanya dilakukan dengan peningkatan yang berlanjut dimulai dari tingkat yang paling atas hingga ke bawah.
Sedangkan dari sisi pertumbuhan perusahaan, pada umumnya berfokus pada pasar dan menciptakan inovasi. Sehingga sistem kerja dituntut untuk lebih desentralis, berjiwa kewirausahawan, penuh tantangan dan risiko serta mengakuisisi sumberdaya.
Menurut Jaka, konsumen dalam industri kendaraan bermotor mulai beralih dari yang tadinya ingin memiliki mobil, kini mengedepankan nilai utilitas atau daya guna nilai. Ini adalah suatu kesempatan yang perlu dikelola dan diksimalkan dengan melakukan pengembangan terhadap produk-produk baru yang cocok menjawab kebutuhan konsumen dan masyarakat pada umumnya.
Toyota sendiri menurut Jaka telah melakukan pengembangan terhadap semua jenis teknologi dalam kendaraan bermotor. Mulai dari kendaraan hibrid, kendaraan listrik bahkan kendaraan yang berbasis hidrogen. Walaupun Toyota telah melakukan semua riset dan pengembangan, tetapi pendekatan dan implementasi yang dikedepankan tetaplah pendekatan yang berdasarkan kebutuhan konsumen.
“Teknologi itu bukan suatu tujuan, tapi sebagai part of journey. Jangan sampai konsumen butuhnya apa, tapi kita paksakan produk yang telah kita kembangkan dan kita miliki,” tutup Jaka.