Kraft Heinz Indonesia punya strategi jitu untuk terus melakukan penetrasi dan mempertahankan pasar. Yaitu berfokus pada peningkatan cita rasa. 

Kraft Heinz Indonesia memproduksi berbagai produk seperti saus tiram, kecap, saus tomat, dan saus cabai, yang semuanya dirancang untuk meningkatkan cita rasa makanan. Dengan visi “makes you feel good,” Kraft Heinz menekankan produknya tidak hanya lezat tetapi juga sehat dan memiliki nilai berkelanjutan. 

Marlon Akay, Head of Commercial Financial dan RDO Kraft Heinz Indonesia membagikan strategi perusahaan itu ketika mengisi seminar Industry-Based Learning bertajuk “How to Optimize Revenue: Insights from Leaders at Heinz ABC Indonesia” di SBM ITB pada Jumat (11/10). 

Kepala Program Studi MBA Bandung Sylviana Maya Damayanti mengatakan seminar ini bertujuan untuk membekali mahasiswa dengan kasus bisnis dunia nyata yang berharga, membantu mahasiswa menerapkan pelajaran dalam tesis dan studi yang lebih luas.

“Pendapatan merupakan variabel besar dalam perusahaan, karena arus kas dari pendapatan menentukan bagaimana pengeluaran operasional dan investasi dikelola,” ungkap Sylviana. 

Dalam seminar itu, Marlon ditemani oleh Dioni Arsamanggala, Revenue Management Manager Kraft Heinz Indonesia, saat mengisi kelas tersebut. Marlon juga membahas tentang profitabilitas. 

Guna mencapai profitabilitas, kata Marlon, penting untuk mengelola bauran produk, saluran penjualan, dan kategori. Untuk itu, menurut dia, strategi penjualan di pasar swalayan berbeda dengan warung. 

“Karena biaya operasional pasar swalayan biasanya lebih tinggi tetapi pendapatannya juga lebih tinggi,” jelasnya. 

Kraft Heinz Indonesia, menurut Marlon, menyeimbangkan kedua saluran tersebut untuk mengoptimalkan pendapatan sambil mempertimbangkan perbedaan preferensi konsumen dan margin pasar.

Sementara itu, Dioni Arsamanggala menguraikan strategi bagaimana perusahaan pengoptimalan pendapatan yaitu dengan fokus pada enam area utama: strategi kategori, strategi harga, arsitektur harga kemasan, promosi, pilihan produk, dan rencana komersial terintegrasi. Ia menekankan perlunya memutus lingkaran setan dalam strategi harga, di mana kenaikan harga menyebabkan volume penjualan yang lebih rendah. Bagi bisnis yang beroperasi di pasar yang sensitif terhadap inflasi, mengelola harga dalam dinamika makroekonomi sangatlah penting.

Dioni juga menjelaskan berbagai strategi untuk mengelola perilaku konsumen, seperti strategi “trade-in,” yang bertujuan untuk meningkatkan penetrasi pelanggan dengan mendorong pembeli pertama kali. Juga strategi “trade-up,” yang berfokus pada menggerakkan pelanggan ke produk dengan harga yang lebih tinggi. 

Di masa resesi ekonomi, kata Dioni, keputusan perusahaan untuk menambah atau mengurangi penjualan bergantung pada kondisi pasar. Di beberapa pasar, kebiasaan pembelian konsumen mungkin akan tetap, sementara pasar yang lain mungkin beralih ke promosi atau volume yang lebih sedikit.

Menurut Dioni, terkait penetapan harga strategis, perusahaan dapat memimpin dengan menetapkan harga, mengikuti pesaing, atau mempertahankan harga selama periode inflasi. Selain itu, arsitektur harga kemasan memainkan peran penting, membantu konsumen melihat perbedaan harga antara ukuran produk, seperti botol dan saset. Kemasan yang lebih besar mungkin memiliki margin keuntungan yang lebih rendah, tetapi peningkatan konsumsi mengimbangi hal ini, terutama dalam kategori makanan dan minuman yang daya belinya tinggi.

Seminar diakhiri dengan membahas studi kasus Sambal ABC Extra Pedas. Lewat produk ini, Kraft Heinz Indonesia berusaha mempertahankan posisinya sebagai produsen sambal terpedas di Indonesia. Melalui kasus ini, mahasiswa diajak melihat bagaimana pendekatan strategis dan berbasis data dapat menghasilkan pertumbuhan pendapatan berkelanjutan di pasar yang kompetitif.

Kontributor: Muhammad Lauda, MBA YP 69