Wirausaha di Indonesia kebanyakan hanya fokus untuk memastikan bisnis mereka berjalan dengan baik dan mengesampingkan status badan usaha. Apalagi bagi wirausaha teknologi di masa awal merintis startup, masalah hukum dalam korporat seringkali diangkap mahal. Sebuah perusahaan awal yang belum memiliki banyak keuntungan seringkali menganggap masalah hukum sebagai sesuatu  pengeluaran.

Demikian diungkap Rizky Abdurachman Adiwilaga, pengacara sekaligus konsultan di bidang kekayaan intelektual saat menjadi dosen tamu di Sekolah Bisnis Manajemen Institut Teknologi Bandung pada Selasa (10/12). Kuliah tamu bertajuk Managing Legal Issues in Technpreneurship tersebut fokus membahas masalah hukum untuk seorang wirausaha teknologi. Kuliah ini bertujuan untuk memberi mahasiswa pengetahuan dari seorang praktisi di bidang kekayaan intelektual.

Meurut Rizky, penting untuk memilih bentuk perusahaan dalam memulai bisnis. Bentuk perusahaan yang berbeda tentunya juga memiliki karakteristik yang berbeda. Sebagai seorang wirausaha teknologi, penting untuk memahami bentuk perusahaan sebelum menjalankan startup. Memastikan kepatuhan terhadap aturan kekayaan intelektual akan mencegah terjadinya permasalahan antar penemu dan pemilik paten.

Sebagai wirausaha teknologi, melindungi kekayaan intelektual adalah salah satu inti dalam bisnis. Hak cipta, paten, dan rahasia dagang adalah kekayaan inteletual yang berarti. Kebanyakan perusahaan besar di dunia adalah bisnis di bidang teknologi, oleh karena itu paten akan mendapatkan hak eksklusif. Bahkan, beberapa startup di Indonesia sudah mengimplementasikan komersialisasi dari kekayaan intelektual berupa merk dagang dan nomor sertifikat.

Menjaga kesesuain bisnis dengan hukum yang ada sangat penting bagi wirausaha teknologi untuk mencegah terjadinya pelanggaran hukum. Selain itu hal ini juga menjamin tidak adanya penyalahgunaan aset oleh pihak tidak bertanggungjawab.

Kontributor: Neva Vanessa Young, Kewirausahaan 2026