Salah satu perusahaan rintisan berbasis teknologi di sektor perikanan, eFishery, sedang diterpa isu manipulasi keuangan. Kejadian ini dipercaya akan mengguncang kepercayaan investor terhadap startup di Indonesia. 

“eFishery sedang menghadapi tantangan besar yang tidak hanya mengguncang reputasi mereka, tetapi juga berdampak sistemik pada ekosistem startup, terutama bagi mereka yang sedang dalam tahap fundraising. Banyak yang kini menghadapi ketidakpastian akibat situasi ini,” Dina Dellyana, dosen dan Kepala Inkubator Bisnis SBMITB di Bandung pada Sabtu (25/1). 

Dina mengatakan, akibat kasus ini, beberapa venture capital (VC) mulai lebih selektif dalam memberikan pendanaan ke startup di Indonesia. Kekhawatiran akan terulangnya permasalahan serupa membuat mereka lebih berhati-hati.

“Saya rasa kita akan melihat investor lebih selektif ke depannya, bahkan mungkin ada yang menunda atau membatalkan rencana investasi di sektor teknologi untuk sementara waktu,” jelas Dina.

Namun menurut Dina, kasus eFishery justru membuka peluang untuk membentuk ulang industri teknologi menjadi lebih sehat. Dengan pendekatan yang lebih berhati-hati, penggunaan metrik yang lebih jelas, dan fokus pada startup yang memiliki model bisnis yang kuat, industri ini dapat berkembang dengan lebih berkelanjutan. 

“Di era seperti sekarang, teknologi adalah hal yang tak terpisahkan, dan masa depan ekosistem teknologi akan sangat ditentukan oleh kualitas startup yang bertahan,” ungkap Dina.

Manajemen e-Fishery diduga melakukan tindakan fraud dengan menggelembungkan aset dan pendapatan. Seperti diberitakan sebelumnya, eFishery punya dua laporan keuangan, untuk internal dan eksternal. Dalam laporan keuangan internal periode Januari-September 2024, perusahaan mencatatkan pendapatan senilai Rp2,6 triliun. Sementara dalam laporan keuangan eksternal pendapatan 4,8 kali lebih besar senilai Rp12,3 triliun. Praktik itu rupanya telah berlangsung sejak 2018. 

Tak hanya itu, manajemen juga diduga memanipulasi aset prusahaan. Manajemen melaporkan perusahaan punya 400.000 fasilitas pakan. Padahal, kenyataan di lapangan hanya sekitar 24.000. Penggelembungan itu disebut untuk mendapatkan pendanaan dari investor. Manajemen juga diduga membuat perusahaan bodong yang digunakan untuk memanipulasi pendapatan dan pengeluaran perusahaan. 

Yunieta Anny Nainggolan, pakar keuangan dan dosen SBM ITB,  mengatakan bahwa manipulasi keuangan adalah pelanggaran serius yang berakar pada kelemahan tata kelola perusahaan. Startup sering kali terlalu fokus pada valuasi dan pertumbuhan cepat, sampai lupa bahwa kepercayaan investor bergantung pada transparansi dan integritas. Ia menambahkan bahwa praktik semacam ini menciptakan preseden buruk yang membuat investor berpikir dua kali sebelum mendanai startup baru.

“Startup seperti eFishery perlu menunjukkan komitmen nyata untuk memperbaiki diri, misalnya dengan mempublikasikan hasil audit independen. Restrukturisasi manajemen juga penting, terutama dengan melibatkan pemimpin baru yang memiliki rekam jejak kredibel,” ujarnya. “Pada akhirnya, integritas adalah kunci. Startup tidak hanya perlu mengejar mimpi, tetapi juga melakukannya dengan cara yang benar. Semua pihak, baik investor, founder, maupun ekosistem secara keseluruhan, harus belajar dari kejadian ini untuk menciptakan masa depan yang lebih baik.” 

Kontributor: Dio Hari Syahputra, Manajemen 2026